Esetiap lima tahun, sekitar bulan November dan Desember, ratusan ribu hingga jutaan umat Hindu berduyun-duyun ke sebuah kuil di tenggara Nepal, di dekat perbatasan negara itu dengan India, dalam sebuah tradisi yang telah memicu penghormatan sekaligus kontroversi. Festival ini dijuluki “festival paling berdarah di dunia” karena banyaknya hewan yang disembelih dan dipersembahkan sebagai korban.
Festival Gadhimai, sebuah perayaan keagamaan lima tahunan yang telah berlangsung selama lebih dari berabad-abad, menyaksikan pembunuhan ribuan hewan—mulai dari tikus dan merpati hingga kambing dan kerbau—dengan keyakinan bahwa pengorbanan massal tersebut akan menenangkan dewi Hindu Gadhimai, yang sebagai balasannya akan membawakan mereka kemakmuran. Selama festival terakhir pada tahun 2019, sebanyak 250.000 hewan dipenggal, menurut kelompok kesejahteraan hewan Humane Society International (HSI).
Pertumpahan darah ini mengundang peningkatan pengawasan, karena para aktivis yang memperjuangkan kesejahteraan hewan berhadapan dengan para pengikutnya yang percaya bahwa ritual tersebut merupakan landasan penting dan tak tersentuh dalam agama Hindu. Pengadilan tinggi di Nepal dan India telah mencoba melakukan intervensi, namun pembunuhan tampaknya terus berlanjut. Tahun ini, wakil presiden Nepal bahkan memimpin peresmian festival tersebut, namun para advokat meminta agar ia tidak ikut serta.
“Gadhimai terkenal karena kekejaman terhadap hewan dan eksploitasi manusia,” kata Alokparna Sengupta, direktur HSI India, dalam sebuah pernyataan pekan lalu. “Sangat memalukan bahwa Gadhimai…