memuat…

Ahli Hukum dan Pembangunan Unair Surabaya, Hardjuno Wiwoho terus mendorong kemauan politik DPR agar segera mengesahkannya RUU Perampasan Aset tersebut menjadi UU. FOTO/IST

SURABAYA – Wacana penerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau penerapan aset tanpa pemidanaan melalui pengesahan RUU Perampasan Aset terus mengemuka meski kemauan politik maupun komitmen DPR terus dipertanyakan.

Padahal, masyarakat memandang instrumen UU Perampasan Aset sebagai langkah strategis untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, terutama dalam kasus di mana pelaku sulit dijerat melalui proses hukum pidana konvensional.

Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hardjuno Wiwoho, terus mendorong kemauan politik DPR agar segera mengesahkannya RUU Perampasan Aset tersebut menjadi UU. Meski demikian, dia mengaku penerapan NCB di Indonesia tidak mudah karena memerlukan keberanian politik dan kolaborasi yang nyata dari DPR.

Menurutnya, DPR harus segera mengambil langkah konkret dengan mengundang para ahli hukum, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat untuk merumuskan regulasi yang matang dan dapat diterapkan secara efektif. Hardjuno mendesak pentingnya rancangan regulasi khusus untuk NCB, selain dari kerangka hukum pidana seperti UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

“Jika digabungkan dengan UU Tipikor, akan terjadi tumpang tindih yang…

Tautan sumber

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini